Selasa, 25 Januari 2011

LAPAN: "Crop Circle" Sleman Bukan Jejak UFO

Sleman (ANTARA) - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menegaskan "crop circle" yang ditemukan di Dusun Rejosari, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, bukan jejak "unidentification flying objek" atau UFO.
"Dari hasil pengamatan dan penyelidikan kami di lokasi, kami tidak sependapat atau setuju jika `crop circle` merupakan jejak UFO, karena ini murni buatan manusia," kata Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Sri Kaloka, di lokasi di Desa Jogotirto, Selasa sore.
Menurut dia, pola-pola "crop circle" semacam ini sebelumnya banyak ditemukan di sejumlah negara di Eropa, dan beberapa negara lain.
"Pola-pola semacam ini banyak ditemukan di Eropa, dan sejumlah negara di benua lain, ini buatan manusia, hanya saja jika di luar negeri dibuat di area tanaman gandum, tebu atau jagung, sedangkan di sini dibuat di area tanaman padi," katanya.
Ia mengatakan salah satu bukti bahwa "corp circle" itu buatan manusia adalah rebahan batang padi yang roboh menunjukkan akibat ditekan hingga tercabut sampai ke akar-akarnya, bukan pola ditimpa.
"Selain itu, pola tersebut juga banyak yang tidak simetris antara satu dengan lainnya," katanya.
Sri Kaloka mengatakan petunjuk yang paling menguatkan adalah ditemukannya bekas lobang ditancapkannya tongkat atau pipa di tengah lingkaran dan di sisi-sisi lainnya, yang kuat dugaan digunakan untuk sumbu dalam menggerakkan alat penekan batang padi.
"Di bagian tengah, kami juga menemukan ada jalan dan jejak manusia yang ditunjukkan dengan adanya rebahan batang padi yang disisihkan dan ditata kembali. Ini menunjukkan bahwa sebelumnya ada orang masuk ke lingkaran itu," katanya.
Ia mengatakan pihaknya juga menemukan di sekitar pola lingkaran dan pola tengah ditemukan beberapa batang padi yang tidak tertekan sampai roboh.
"Ini juga menandakan bahwa pola tersebut dibuat manusia, karena ada bagian-bagian yang tidak ikut tertekan," katanya.
Selain itu, tim LAPAN juga tidak menemukan adanya bekas-bekas kebakaran di sekitar lingkaran, termasuk sisa pembakaran mesin maupun gas buang.
"Batang-batang padi yang roboh semuanya bekas tekanan, dan tidak ada bekas potongan dengan benda tajam," katanya.
dikutip dari yahoo.co.id

Minggu, 23 Januari 2011

Ahli ITS Juga Percaya Crop Circle Buatan Manusia, Bukan Dampak Elektromagnetik


Jakarta - Misteri crop circle masih belum bisa dijelaskan secara ilmiah. Namun jika diduga akibat gelombang elektromagnetik hal itu dinilai tidak mungkin.

"Kalau akibat
gelombang elektromagnetik tidak. Apalagi membentuk lambang tertentu, itu tidak mungkin," ujar  Kajur Teknik Elektro ITS Prof M Ashari MA kepada detikcom, Senin (23/1/2011).

Menurut Ashari gelombang elektromagnetik itu memang mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Tapi kalau membentuk sebuah pola atau motif yang rapi, hingga saat ini belum bisa dijelaskan secara ilmiah.

"Penjelasan di beberapa negara itu dilakukan oleh manusia di malam hari. Sulit dibuktikan kalau ilmiah," jelasnya.

Ashari juga tidak percaya hal itu dilakukan oleh makhluk asing atau UFO. Dia juga meyakini hal itu bukan dampak dari faktor alam seperti angin puting belitung.

"Belum percaya (UFO), itu buatan orang. Faktor alam juga tidak mungkin, dugaan saya dibuat oleh manusia dan bukan efek medan elektromagnetik," ungkapnya.

Sebelumnya seorang warga mengatakan terdapat
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di atas lambang misterius 'UFO' di daerah persawahan di Sleman, Yogyakarta. Sejumlah ahli menyebut lambang ini sebagai crop circle yang terbentuk karena pengaruh medan magnet bumi.

Sejumlah ahli di Amerika mempercayai 80 persen dari crop circle direkayasa oleh manusia dan 20 persen kemungkinan tercipta sendiri oleh medan magnet bumi.

Prof Thomas Djamaluddin dari LAPAN juga percaya lingkaran unik di persawahan milik Ngadiran dkk itu adalah karya manusia. Karena itulah LAPAN tidak akan mengirim tim khusus ke sana.
(mpr/nrl)

Ada Jejak UFO di Jogja?


TRIBUN JOGJA/HENDI KURNIAWANPola geometris yang terbentuk di persawahan Jogotirto, Berbah, Sleman, Minggu (23/1/2011) pagi.
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hendi Kurniawan
Fenomena unik terjadi Desa Rejosari, Jogotirto, Berbah, Sleman, Minggu (23/1/2011). Padi ambruk di tengah sawah membentuk pola lingkaran yang sangat rapi. Seperti pola itu sengaja dibuat manusia. Istilah ilmiah untuk fenomena ini biasa disebut dengan istilah crop circles atau lingkar taman.
Menurut keterangan Basori (41), warga yang rumahnya berada di utara sawah itu, Sabtu (22/1/2011) malam sekitar pukul 22.30, dirinya mendengar suara gemuruh layaknya suara helikopter mendarat. "Suara itu terdengar sekitar 30 menit, tetapi saya tidak gubris suara itu. Saya pikir itu suara helikopter lewat," tuturnya.
Hal itu diamini oleh Ayu Rukini (32), istri Basori. "Saya juga mendengar suara itu. Waktu itu saya dan suami sedang menonton televisi. Saya mengira tentara Angkatan Udara sedang latihan," ujarnya.
Fenomena ini diketahui pertama kali oleh Yudi (20). "Sekitar pukul lima pagi tadi, saya berangkat kerja. Sewaktu melewati sawah ini, saya melihat padi-padi ambruk tapi membentuk pola yang rapi," kata Yudi.
Yudi menyanggah keterangan Basori tentang suara gemuruh yang terdengar semalam. Yudi yang tadi malam nongkrong di depan rumah Basori sampai pukul tiga pagi tidak mendengar suara apa pun. "Bahkan semalam tidak ada hujan atau angin. Tahu-tahu tadi pagi sudah terbentuk pola ini (lingkaran) di tengah sawah," ujar Yudi.
Fenomena ini dapat dilihat dengan jelas dari puncak bukit di utara sawah. Warga setempat menyebut bukit itu Gunung Suru. Puluhan warga menaiki Gunung Suru untuk melihatnya. Hujan turun dan jalan ke puncak bukit yang sangat licin tidak membuat surut antusiasme warga untuk melihat fenomena ini.
"Apakah ada UFO mendarat di sini? Saya tidak tahu pasti. Yang jelas ini adalah kebesaran Allah. Mungkin Allah memperingatkan manusia untuk menjaga alamnya," kata Syamsul Bahri (37), warga Beloran, Madurejo, Prambanan, Sleman, yang datang untuk melihat dari puncak Gunung Suru.
Jauhari (34), warga Kebondalem, Madurejo, Prambanan, Sleman, yang rela jatuh bangun karena licinnya jalan menuju puncak Gunung Suru, berujar, "Ini seperti fenomena pendaratan UFO, yang sering dibahas di televisi. Tapi, saya tidak tahu apakah benar adanya. Hanya Allah yang tahu sebabnya."
Fenomena misterius semacam ini sering dijumpai di beberapa tempat.
Dikutip dari kompas

Aliran Lahar Dingin


Fenomena banjir lahar dingin Sungai Code menjadi topik menarik bagi masyarakat kota Yogyakarta saat ini setalah terjadinya letusan beberapa hari yang lalu. Banjir yang membawa material gas, pasir, kerikil dan batu merupakan aliran massa dengan rapat massa yang lebih besar dari pada air jernih yang mengalir saat banjir biasa. Aliran massa seperti itu mempunyai daya erosi dan daya rusak yang lebih besar daripada aliran air jernih, sehingga masyarakat harus lebih waspada menghadapi fenomena ini. Dari beberapa pengamatan lapangan, terlihat besarnya kemampuan erosi aliran lahar dingin ini. Beberapa tebing sungai dan bangunan tanggul mulai terosi, hal ini dapat diindikasikan dari banyaknya batang kayu dan pohon pisang yang terangkut aliran lahar dingin, bahkan sebagian tanggul Kali Putih hancur diterjang lahar dingin ini.
Adapun gaya angkat dan gaya tarik yang bekerja pada butir yang berada didasar sungai dapat dinyatakan sebagai fungsi luas butiran, rapat massa dan kecepatan aliran.
Rapat massa aliran lahar dingin ini, menurut catatan beberapa ahli di beberapa negara, besarnya rapat massa lahar dingin ini 1,5 hingga 2 kali rapat massa air jernih, tergantung pada distribusi butiran massa lahar dingin tersebut. Pada saat mengalir, lidah terdepan biasanya terdiri atas batuan terbesar, yang mempunyai kecepatan aliran hingga 30 m/s, dan mempunyai kekuatan hantaman yang sangat besar, karena tekanannya merupakan fungsi rapat massa dan kecepatan aliran kuadrat.
Aliran sedimen selain mengangkut material dari hulu juga melakukan pengambilan material dari dasar.
Deposit lahar dingin ini ditemukan dibagian hulu Sungai Boyong, yang mempunyai gradasi butiran yang lengkap sejak diameter 2,0 m hingga pasir . Deposit lahar ini akan mengalir ke bawah apabila terjadi aliran dengan kemampuan erosi yang tinggi.
Aliran batuan ini dapat dihambat oleh bangunan ataupun pepohonan yang ada.
Kemampuan aliran air lewat pori batuan untuk membuat saluran baru, memungkinkan terjadinya pembukaan saluran yang tertutup sedimen.
Kemampuan erosi yang tinggi telah mampu mengubah alur sungai, sehingga erosi tebing dapat membahayakan pemukiman yang ada di sekitar bantaran sungai.
Di sepanjang Sungai Boyong dan Sungai Code, terdapat beberapa ground sill dan bendung intake irigasi, yang selain berfungsi untuk menetapkan elevasi muka air di intake saluran irigasi, juga untuk menjaga kemiringan memanjang sungai agar aman terhadap proses erosi. Namun dengan adanya bendung dan ground sill ini telah mengakibatkan terjadinya deposisi sedimen di beberapa tempat di ruas sungai yang menganggu outlet drainasi limbah domestik dan oulet pembuangan air hujan.

Adanya tumpukan pasir di beberapa ruas sungai telah dimanfaatkan oleh penduduk di sepanjang sungai sebagai pendapatan tambahan selama terjadi banjir lahar dingin. Namun penambangan seperti ini harus tetap memperhatikan bahaya erosi tebing yang mungkin terjadi apabila lapisan penutup fondasi talud habis dikeruk oleh manusia dan oleh arus lahar dingin.

Banjir Lahar Dingin

Banjir lahar dingin dari Gunung Bromo di Sungai Menyono, Probolinggo, Jawa Timur kini mulai surut. Meski begitu, warga yang masih trauma dan khawatir akan terjadi banjir lahar dingin susulan, banyak yang memilih untuk mengungsi.Suhu lahar dingin yang mencapai ratusan derajat akan berakibat sangat fatal bila terkena kulit manusia.
  
Edi, salah seorang warga Desa Bades, Probolinggo ikut mengungsikan harta bendanya. Ia khawatir banjir lahar dingin susulan akan kembali menyerang pemukiman warga. Edi bersama keluarganya meninggalkan rumah untuk menetap di kediaman kerabat yang jauh dari ancaman lahar dingin.

Bagaimanapun,  prediksi bahwa curah hujan pada Januari hingga Februari mendatang masih tetap tinggi, membuat warga was-was akan menjadi korban banjir lahar dingin Bromo. Apalagi daerah aliran Sungai Menyono mulai mengalami pendangkalan, setelah ribuan ton kubik material pasir dan lumpur terbawa arus banjir dan memenuhi sungai.

Warga berharap pemerintah segera melakukan pengerukan Sungai Menyono. Warga juga meminta pemerintah setempat membangun tenda tempat pengungsian sementara.



dikutip dari tvone
Berita lebih jauh, klik disini